TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mengkritik langkah Otoritas Jasa Keuangan yang mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. Salah satu poin beleid tersebut memungkinkan batas uang muka kendaraan bermotor hingga nol persen atau DP nol persen.
BACA: DP Nol Persen untuk Kendaraan Bakal Dorong Industri Multifinance
"Aturan tersebut sekilas pro publik, padahal secara substansial ideologis justru sangat kontraproduktif," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Sabtu, 12 Januari 2019.
Dalam kritiknya, Tulus menuding OJK tidak netral dan obyektif sebagai regulator terkait dengan terbitnya aturan itu. Pasalnya, beleid itu dinilai sarat dengan kepentingan industri pembiayaan. Apalagi, menurut dia, operasional kelembagaan OJK banyak dipasok oleh industri finansial, yaitu perbankan, leasing, dan asuransi.
"Keluarnya POJK tersebut dari sisi logika kebijakan publik sangat kental diintervensi industri leasing, karena sangat menguntungkan industri leasing," kata Tulus.
BACA: OJK Resmi Izinkan DP Nol Persen untuk Kredit Kendaraan
Selain itu, YLKI menilai keluarnya beleid anyar tersebut adalah langkah mundur dalam hal manajemen transportasi publik, hingga keselamatan berlalu lintas. Sebab, aturan anyal itu dikhawatirkan bakal mendongkrak signifikan penjualan kendaraan bermotor, khususnya roda dua. Dampaknya, tingkat kecelakaan lalu lintas bisa semakin tinggi.
"Ini juga bisa memicu pemiskinan baru. Karena menurut data BPS, kredit sepeda motor telah memicu kemiskinan khususnya rumah tangga miskin, karena banyak rumah tangga miskin terjerat kredit macet sepeda motornya.," ujar Tulus.
Beleid tersebut, menurut Tulus, juga tidak sejalan dengan upaya pemerintah mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum. Malahan minat masyarakat menggunakan angkutan umum dikhawatirkan turun dan lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dengan adanya stimulus DP nol persen. "Oleh karena itu, YLKI mendesak agar OJK membatalkan POJK yang melegalisasi DP nol persen tersebut," tutur Tulus.
Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan penerapan DP nol persen bukan tanpa syarat. Ia berujar hanya perusahaan pembiayaan dengan risiko kredit rendah, yaitu maksimal 1 persen, yang boleh menerapkannya. "Ini dapat menjadi insentif untuk lembaga pembiayaan untuk memperbaiki kinerjanya," kata Sekar kepada Tempo.
Berdasarkan POJK 35, perusahaan pembiayaan yang memiliki tingkat kesehatan keuangan dengan kondisi minimum sehat dan mempunyai nilai rasio non performing financing (NPF) neto untuk pembiayaan kendaraan bermotor maksimal 1 persen dapat menerapkan ketentuan besaran uang muka pembiayaan kendaraan bermotor paling rendah 0 persen.
Sementara untuk perusahaan dengan NPF 1 persen - 3 persen dapat mematok DP paling rendah 10 persen, NPF 3 persen - 5 persen DP paling rendah 15 persen. Sedangkan perusahaan dengan NPF 5 persen DP paling rendah 15 persen - 20 persen, dan NPF di atas 5 persen DP paling rendahnya mencapai 20 persen.
Baca berita tentang DP Nol Persen lainnya di Tempo.co.